Senin, 12 Maret 2012

LEMBAGA EKONOMI ISLAM


PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Instansi keuangan belum dikenal dengan secara jelas dalam sejarah Islam. Namun prinsip-prinsip pertukaran dan pinjam meminjam sudah ada dan banyak terjadi pada zaman Nabi SAW bahkan sebelumnya. Tidak dipungkiri bahwa kemajuan pembangunan ekonomi dan perdagangan, telah mempengaruhi lahirnya institusi yang berperan dalam lalu lintas keuangan.
Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam pengembangan dan pertumbuhan masyarakat industri modern. Produksi berskala besar dengan kebutuhan investasi yang membutuhkan modal besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan lembaga keuangan. Lembaga keuangan merupakan tumpuan bagi para pengusaha untuk mendapatakan tambahan modalanya melalui mekanisme kredit dan menjadi tumpuan investasi melalui mekanisme saving. Sehingga lembaga keuangan telah memainkan peranan yang sangat besar dalam mendistribusikan sumbeer-sumber daya ekonomi di kalangan masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya  dapat mewakili kepentingan masyarakat yang luas.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Lembaga keuanagan menurut Al Quran?
2.      Bagaimana Lembaga Keuangan Pada Zaman Nabi?
3.      Bagaimana Lembaga Keuangan Pada Masa Khalifaur Rasyidin?
4.      Bagaimana Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti Islam?
5.      Bagaimana Lembaga Keuangan Pada Zaman Modern?

PEMBAHASAN
A.    Konsep Lembaga Keuangan menurut Al Qur’an
Al Qur’an tidak menyebut konsep lembaga keuangan secara eksplisit.Namun penekanan tentang konsep organisasi sebagaimana organisasi keuangan telah terdapat dalam Al Qur’an. Konsep dasar kerjasama muamalah dengan berbagai cabang-cabang kegiatannya mendapat perhatian yang cukup banyak dalam Al Qur’an. Dalam sistem politik misalnya dijumpai istilah qoum untuk menunjukkan adanya kelompok sosial yang berinteraksi satu dengan yang lain. Juga terdapat istilah balad (negeri) untuk menunjukkan adanya stuktur sosial masyarakat dan juga muluk (pemerintah) untuk menunjukkan pentingnya sebuah pengaturan hubunganantar anggota masyarakat. Kholifah (kepemimpinan), juga menjadi perhatian dalam Al Qur’an. Konsep sistem organisasi tersebut, juga dijumpai dalam organisasi modern.
Khusus tentang urusan ekonomi, Al  Qur’an memberikan aturan-aturan dasar, supaya transaksi ekonomi tidak sampai melanggar norma/etika. Lebih jauh dari itu, transaksi ekonomi dan keuangan lebih berorientasi pada keadilan dan kemakmuran umat. Istilah suq (pasar) misalnya menunjukkan tentang betapa aspek pasar (market),  harus menjadi fokus bisnis yang penting. Organisasi keuangan dikenal dengan istilah Amil. Badan ini tidak saja berfungsi untuk urusan zakat semata, tetapi memiliki peran yang lebih luas dalam pembangunan ekonomi. Pembagian Ghonimah, misalnya menunjukkan adanya mekanisme distribusi yang merata dan adil.
Sebagai lembaga dengan stuktur organisasi yang jelas, Islam juga menekankan pentingnya akhlaq/etika. Merujuk pada ciri-ciri organisasi modern seperti:transparansi dan akuntabilitas,keterbukaan,egalitarianisme,profesionalisme dan pertanggung jawaban, juga mendapat perhatian yang serius. Al Qur’an telah sejak lama memberikan aturan dan prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi pembentukan organisasi modern.[1]
Prinsip akuntabilitas dan transparansi, memberikan arahan bahwa lembaga bisnis harus dapat menunjukkan prinsip keterbukaan dan bebas dari manipulasi. Konsep pencatatan (akuntansi) baik laporan keuangan secara jelas diatur dalam Al Qur’an. Sebagai mana ditegaskan dalam surat Al-Baqarah 282:
“hai orang-orang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai,dalam waktu yang ditentukan,maka hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah penulis menuliskannya dengan benar, dan janganlah penulis, enggan menuliskannya, sebagaimana Allah telah mengajarkannya......”(Qs.Al Baqarah 282)
B.     Lembaga keuangan pada zaman Rosulullah SAW
Konsep organisasi atau lembaga sesungguhnya sudah dikenal sejak sebelum Muhammad diangkat menjadi Rosul. Darun Nadwah, sebuah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat jahiliyyahdan berfugnsi untuk merembuk masalah-masalah kemasyarakatan.
a.    Pendirian Baitul Mal
Lembaga baitul mal (rumah dana), merupakan lembaga bisnis Dan sosial yang pertama dibangun oleh Nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Apa yang dilaksanakan okeh Rosul itu merupakan proses penerimaan pendapatan dan pembelanjaan secra transparan dan bertujuan seperti apa yang disebutkan sekarang sebagai welfare oriented.[2] Ini merupakan sesuatu yang beru, mengingat pajak-pajak dan pungutan dari masyarakat yang lain dikumpulkan oleh penguasa dan hanya untuk para raja. Para penguasa di sekitar Jazirah Arabiyah seperti Romawi dan Persia menarik upeti dari rakyat dan dibagi untuk para raja dan kepentingan kerajaan. Sedangkan mekanisme baitul mal tidak saja untuk kepentingan umat islam, tetapi juga melindungi kepentingan kafir dhimmi.
Kehadiran lembaga ini membawa pembaharuan yang besar. Dana-dana umat, baik yang bersumber dari dana sosial dan tidak wajib seperti sedekah, denda dan juga dana yang wajib seperti zakat, jizyah dan lain-lain, dikumpulkan melalui lembaga baitul mal dan disalurkan untuk kepentingan umat..
b.    Wilayatul Hizbah
Wilayatul hizbah merupakan lembaga pengontrol pemerintahan. Pada masa Nabi fungsi lembaga ini dipegang langsung oleh Nabi. Konsep lembaga ini merupakan fenomena baru bagi masyarakat Arab, mengingat pada waktu itu, kerajaan hampir sama sekali tidak ada lembaga kontrolnya.
Rosulullah berperan langsung sebagai penyeimbang kegiatan muammalat baik ekonomi, politik maupun sosial. Rosulullah sering menegur bahkan melarang langsung praktek bisnis yang merusak harga dan mendzalimi. Larangan riba, monopoli, serta menimbun barang dan sejenisnya menjadi bukti nyata bahwa terdapat lembaga pengontrol aktifitas bisnis. Keberadaan lembaga ini menjadi sangat strategis dan penting, mengingat kepentingan umat yang lebih besar.

C.     Lembaga Keuangan Pada Zaman Khulafaur Rasyidin
Sepeninggal Rosulullah, tradisi yang sudah dibangun oleh Nabi diteruskan para pemimpin setelahnya.[3]  Oleh Abu bakar kebiasaan memungut zakat sebagai bagian dari ajaran Islam dan menjadi sumber keuangan negara terus ditingkatan. Bahkan sempat terjadi peperangan antara sahabat yang taat kepada kepemimpinan beliau melawan orang-orang yang membangkang atas perintah zakat.[4]
Lembaga baitul mal semakin mapan kedudukannya semasa khalifah Umar bin Khattab. Khalifah meningkatkan basis pengumpulan dana zakat serta sumber-sumber penerimaan lainnya. Sistem administrasinya sudah mulai dilakukan penertiban. Pada masa Umar pula mulai dilakukan penertiban gaji dan pajak tanah.[5]
Umar sering berjalan sendiri untuk mengontrol mekanisme pasar. Apakah telah terjadi kedzaliman yang merugikan rakyat dan konsumen. Khalifah memberlakukan kuota perdagangan kepada pedagang dari romawi dan persia, karena kedua negara tersebut meberlakukan hal yang sama kepada pedagang Madinah. Kebijakan ini sama dengan sistem perdagangan Internasional modern, yang dikenal dengan Principle of ricriprocity. Umar juga menetapkan kebijakan fiskal yang sangat populer, tetapi mendapat kritikan dari kalangan sahabat ialah ketika ia menetapkan taklukan Irak bukan untuk kaum Muslimin sebagaimana biasanya tentang ghanimah, tetapi dikembalikan kepada pemilknya. Khlifah kemudian menetapkan kebijakan kharaj atau pajak bumi kepada penduduk Irak tersebut.
Semua kebijakan khalifah Umar bin Khtab ditindak lanjuti oleh para khlifah setelahnya. Yang menarik untuk diperhatikan ialah bahwa lembaga keuangan baitul mal telah berfungsi sangat strategis baik semasa Rosulullah maupun Khalifaur Rasyidin.
Semasa pemerintahan Khalifaur Rasyidin ini, penataan sistem pemerintahan berjalan dengan baik. Agar mekanisme pemrintahan berjalan lancar, dibentuklah organisasi Negara Islam (Daulah Islamiyah) yang garis besarnya sebagai berikut:
1.         An Nidham Asy Syiyasi (Organisasi Politik) yang mencakup:
a.       Al Khalifah: terkait dengan pemilihan Khalifah
b.      Al Wizarah: terkait dengan wasir atau mentri yang bertugas membantu khlifah untuk urussan pemerintahan
c.       Al Kitabah: terkait dengan pengangkatan orang yang mengurusi kesekretariatan negara.
2.         An Nidham Al Idary: oraganisasi tata usaha/administrasi Negara.
3.         An Nidham Al Maly: organisasi keuangan Negara
4.         An Nidham Al Harby: organisasi ketentaraan
5.         An Nidham Al Qadho’i:  organisasi kehakiman.[6]
D.    Lembaga Ekonomi Pada Masa Dinasti Islam
a.       Dinasti Umayyahh
Naiknya muawiyah ke tampuk pemerintahan islam, merupakan awal kekuasaan Bani Umayyah. Sejak saat itu pemerintahan islam yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis. Pada saat ini, penyelenggaraan administrasi berada di DAMASKUS, sedangkan pusat aktifitas berada di Madinah.
Baitul Mal yang merupakan kantor perbendaharaan umat menjadi salah satu institusi yang disalah gunakan. Pada masa ini Baitul Mal seperti menjadi milik pribadi. Pada masa ini Baitul Mal dibagi menjadi dua bagian, yaitu umum, dan khusus. Pendapatan Baitul Mal umum di peruntukan bagi masyarakat umum, sedangkan yang khusus di pruntukkan bagi para sultan dan keluargannya.
Mananggapi hal tersebut, Sayyid Quthb menyatakan bahwa kalau bukan karena kekuatan yang luar biasa yang dimiliki watak Agama ini, nischaya pada masa pemerintahan bani umayyah dapat dijadikan jaminan bagi lenyapnya islam dari muka bumi. Selama pada pemerintahan umayyah kurang lebih 90 tahun.[7]
b.      Dinasti Abasyiah
Bany abbasiyah meraih tampuk kekuasan islam setelah berhasil setelah menggulingkan pemerintahan umayyah pada tahun 750 H. para pendiri ini adalah keturunaan abbas. Pada masa ini pemerintahan islam dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad. Dinasti ini berkuasa selama lima abad. Pada masa abbasiyah mencapai masa ke emasan pada priode pertama.
A.    Abu Ja’far Al Mansur
Ia memerintah hanya dalam waktu singkat. Tetapi pada pemerintahanya dia lebih banyak melakukan konsolidasi dan penerbitan administrasi birokrasi. Ia menciptakan tradisi baru dibidang pemerintahan dengan mengangkat seorang wazir sebagai coordinator depertemen. Ia juga membentuk lembaga-lembaga protol Negara, sketaris Negara, kepolisian Negara, serta membenahi angkatan bersenjata dan membentuk lembaga kehakiman Negara.
B.     Al Mahdi
Ia banyak menerapkan kebijakan yang menguntungkan rakyat banyak. Seperti membangun tempat-tempat persinggahan para musafir haji, pembuatan kolam-kolam air bagi para khafilah dagang beserta hewan bawaanya, dan memperbsiki , memperbanyak jumlah telaga dan perigi, dia juga mengembalikan harta yang dirampas oleh ayahnya kepada pemiliknya masing-masing. Perekonomian Negara mulai meningkat dengan peningkatan sector pertanian melalui irigasi, dan, pertambaangan. Disamping itu jalur transit perdagangan antara timur dan barat juga banyak menghasilkan kekayan, karena basrah menjadi pelabuhan yang penting.
C.     Harun Ar Rasyid
Pada saat pemerintahan di kuasai oleh Harum Al-Rasyid, pertumbuhan perekonomian berkembang dengan pesat, dan kemakmuran d dalam dinasti Abbasiyah, dan mencapai puncaknya bpada saat ini. Dia juga melakukan deservikasi sumber pendapatan Negara. Ia membangun Baitul Mal untuk mengurus keuangan Negara dengan menunjukseseorang wazir yang mengepalai beberapa diwan seperti: diwan al-khazanah, diwan al-azra, diwan khazaim as-siaab. Sumber pendapatan pada masa ini adalah bkharaj, jizyah, zakat, fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainya seperti wakaf, sedekah, dan harta warisan.
E.     Lembaga Keuangan Syariah Modern
Apabila diperhatikan teks hukum yang ada dalam ketentuan syari’at Islam, akan ditemukan beberapa lembaga dan instrumen keuangan yang secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam:
a.       Kegiatan Nonbank
b.      Kegiatan Perbankan.[8]
1.      Lembaga dan Instrmen Keuanagan Nonbank
Dalam ketentuan syariat Islam yang termasuk dalam kategori nonbank di antaranya:
a.    Lembaga  zakat
Berdasarkan Undang-undang  No. 38 Tahun 1999, bahwa oragnisasi yang berhak mengelola zakat terbagi menjadi 2 bagian, yakni orgaanisasi yang tumbuh atas prakarsa masyarakat dan disebut juga Lembaga Amil Zakat (LAZ) serta organisasi yang dibentuk oleh Pemerintah dan disebut Badan Amil Zakat (BAZ).
Kedua bentuk organisasi ini memiliki kesamaan tujuan, yakni bertujuan mengelola dana zakat dan sumber-sumber dana sosial yang lain secara maksimal untuk keperluan umat. Misi mulia yang diemban ini jangan sampai berbenturan dalam pelaksanaan programnya. Masyarkat harus didoraong supaya membentuk lembaga amil sebanyk-banyaknya.[9]
Zakat seharusnya dipungut oleh pemerintahan Islam. Namun karena pemerintahan Islam  saat ini tidak ada, maka umat Islam  secara berjamaah dapat mendirikan baitul mal untuk pengumpulan dan pendristribusian zakat.
Di Indonesia kita bisa menghubungi BAZNAS, Rumah Zakat dan lembaga-lembaga amil zakat terpercaya lainnya yang dekat dengan kantor atau rumah kita.
Zakat dapat dibayarkan dalam bentuk barang atau uang tunai.  Di era ekonomi modern ini membayar zakat dengan  uang tunai akan lebih tepat, karena juiga akan memudahkan penerimanya untuk menerima zakat tersebut.
b.    Ijarah (prinsip sewa).[10]
c.    Kafalah/zaman (uang jaminan atau garansi).[11]
d.    Rahn (Penggadaian).[12]
e.    Wada (Simpanan/deposit)
f.     Pinjaman
g.    Salam
h.   Istishna’
i.      Syirkah
j.      Akad
k.    Waris
l.      Qiradh
m. Al-muzara’ah
n.   Al-musaqah

2.      Lembaga dan Instrumen Keuangan Bank (Perbankan)
Dalam ketentuan syariat Islam yang termasuk dalam kategori nonbank di antaranya:
a.    Baitul Mal Wattamwil (BMT)
BMT sebagai lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat secara luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial, bahkan agama. Semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sitem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu menjangkau lapisan pengusaha yang terkecil sekalipun.
BMT tidak digerakkan dengan laba semata, tetapi juga motif sosial. Karena beroperasi dengan pola syaria’ah, sudah barang tentu kontrolnya tidak saja dari aspek ekonomi saja atau kontrol dari luar, tetapi agama atau akidah menjadi faktor pengontrol dari dalam yang lebih dominan.[13]
b.    Al-wadia’ah (Pinjaman)
c.    Al-mudharabah
d.    Musyarakah
e.    Al-Bai’u Bithaman Ajil (BBA)
f.     Murabahah
g.    Bank Perkreditan Rakyat syariah (BPR Syariah)
h.   Bank Syariah
i.      Asuransi Takaful
j.      Koperasi

PENUTUP
lembaga ekonomi telah ada sejak zaman:
  1. Nabi Muhammad SAW
Dimana Nabi mendirikan Baitul mal dan hizbah.
  1. Khulafaur Rasyidin
Dibentuk organisasi negara Islam, diantaranya:
1.      An Nidham Asy Syiyasi (Organisasi Politik)
2.      Al Wizarah
3.      Al KitabahAn Nidham Al Idary
4.      An Nidham Al Maly
5.      An Nidham Al Harby
6.      An Nidham Al Qadho’i
  1. Dinasti Islamiyah
Ada dua dinasti islam yang sangat bagus kegiatan ekonominya, yaitu:
1.      Dinasti Umayyah
2.      Dinasti Abasyiah
  1. Zaman Modern
Lembaga ekonomi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu;
1.      Lembaga ekonomi non-bank
2.      Lembaga ekonomi bank




DAFTAR PUSTAKA

A. Karim,  Adiwarman.  Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan.
Baron N. Co-operative Insurance.1936.  London
Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, 1979. Jakarta, Bulan Bintang,
K. Lubis, Surawardi. Hukum Ekonomi Islam. 2000. Jakarta: Sinar Grafika
Maryam, Siti dkk, Sejarah Peradaban Islam, 2002. Jogjakarta, Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga dan LESFI
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, 2003. Jogjakarta: UPP AMP YPKN
Nu’man, Sybli. Umar yang Agung, 1981. Bandung, Pustaka
Rahman,  Afzalul.  Doktrin Ekonomi Islam. 1996. Jogjakarta: PT.. Dana Bakti Wakaf
Ridwan,Muhammad, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, 2004. UII Pres, Jogjakarta
Saiufurrahman, Syaikh, Sirah Nabawiyah Terjemahan Katur Suhardi, 1998. Jakarta, Pustaka Al-Kautsar













[1] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, (UII Pres, Jogjakarta: 2004), hal: 55.
[2] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Jogjakarta: UPP AMP YPKN, 2003), hal 23.
[3] Syaikh Saiufurrahman, Sirah Nabawiyah Terjemahan Katur Suhardi, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998, hal: 621.
[4] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, Jogjakarta, Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga dan LESFI, 2002, hal: 56.
[5] Sybli Nu’man, Umar yang Agung, Bandung, Pustaka, 1981, hal: 264-276.
[6] Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1979, hal: 78-86.
[8] Surawardi K. Lubis. Hukum Ekonomi Islam. (Jakarta: Sinar Grafika, 2000). Hal: 33.
[9] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, (UII Pres, Jogjakarta: 2004), hal: 206.

[10] Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Hal:137.
[11] Baron N. Co-operative Insurance. (London: 1936) hal:68.
[12] Afzalul Rahman. Doktrin Ekonomi Islam. (Jogjakarta: PT.. Dana Bakti Wakaf, 1996). Hal:197.
[13] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, (UII Pres, Jogjakarta: 2004), hal: 73.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar