Minggu, 24 Juni 2012

peradilan islam setelah Rosul dan Kholifaur Rosyidin


1.   PERADILAN ISLAM DI MASA BANI UMAYAH

Pada masa ini belum ada hakim yang khusus yang memutuskan perkara pidana dan hukuman penjara. Kekuasan ini masih dipegang oleh Khalifah sendiri. Dalam pada itu menurut riwayat, Mu’awiyah memberikan hak kepada hakim Mesir untuk memutuskan perkara penganiayaan.
Peradilan di masa Bani Umayah mempunyai 2 ciri khas :
Yang pertama, hakim memutuskan suatu perkara menurut hasil ijtihadnya sendiri, dalam hal-hal yang tidak ada nash atau ijma’. Pada waktu itu mahzab-mahzab yang emat ini belum lahir dan belum menjadi pengikat bagi putusan-putusan hakim. Para hakim pada masa itu berpedoman pada Al-Qur’an dan As Sunnah.
Yang kedua, lembaga peradilan pada masa itu belum dipengaruhi oleh penguasa. Hakim-hakim mempunyai hak otonom yang sempurna, tidak dipengaruhi oleh keinginan-keinginan penguasa. Putusan-putusan mereka tidak saja berlaku atas rakyat biasa, bahkan juga atas penguasa-penguasa sendiri.
Hakim di masa Bani Umayah, terdiri atas orang-orang pilihan yang berbudi luhur, mempunyai wibawa yang sempurna takut akan Allah dan tetap memelihara keadilan.
 Umar Ibn Abdil Azis megatakan : “ Apabila terdapat pada seseorang hakim lima perkara, maka itulah hakim yang sempurna, yaitu :
a.       Mengetahui hukum-hukum yang telah diputuskan oleh hakim-hakim yang telah lalu
b.      Bersih dari tamak
c.       Dapat menahan amarah
d.      Meneladani pemimpin-pemimpin agama yang terkenal
e.       Selalu merundingkan sesuatu dengan para ahli

2.   PERADILAN DI MASA ABBASIYAH PERTAMA ( MASA LAHIRNYA IMAM-IMAM MAZHAB)

Di dalam masa Abbasiyah yang pertama, peradilan ini mengalami berbagai perkembangan. Mereke memerintah atas nama agama dan untuk melindungi agama, demikian semboyan yang dipegang teguh oleh dinasi Abbasiyah.
Di antara perubahan-perubahan yang lahir dalam dunia peradilan di masa ini, adalah :
a.       Lemahnya ruh ijtihad hakim dalam menetapkan hukum, lantaran telah berkembang mazhab empat.
b.      Para hakim memutuskan perkara di bawah pengaruh kekuasaan pemerintah
c.       Lahirnya istilah atau kedudukan Qadhil Qudhah yang pada masa sekarang ini dapat kita katakan sebagai Menteri kehakiman.
d.      Membagi daerah-daerah kekuasaan seorang hakim
Di masa Abbasiyah barulah peradilan itu disusun merupakan instansi tersendiri. Dengan tindakan ini, maka hakim-hakim mempunyai daerah-daerah tertentu di bawah pengawasan Qadhil Qudhah yang mengatur lembaga peradilan ini.
e.       Menggunakan tempat yang memenuhi syarat untuk Mahkamah
Persidangan-persidangan pengadilan pada masa itu diadakan di suatu majlis yang luas, yang memenuhi syarat kesehatan dan dibangun di tengah kota, dengan menentukan pula hari-hari yang dipergunakan untuk persidangan memeriksa perkara.[1]
f.       Bidang-bidang wewenang hakim
Dalam masa ini, hakim-hakim itu di samping memperhatikan urusan-urusan perdata, bahkan juga menyelesaikan urusan-urusan waqaf, dan menunjukkan pengampu untuk anak-anak yang di bawah umur. Bahkan juga hakim-hakim ini diserahkan juga urusan-urusan kepolisian, penganiayaan, yang dilakukan oleh penguasa, qishas, hisbah, pemalsuan mata uang, dan Baitul Mal (Kas Negara)


3.   PERADILAN DI MASA ABBASIYAH KEDUA DAN USTMANIYAH

a.       Islam Kemerosotan nilai peradilan dan kekuasaan hakim
Dalam masa Abbasiyah kedua, keadaan pemerintah telah sngat rusak. Kerusakan telah merata, urusan pengadilan pun tidak luput dari kerusakan.
Orang-orang yang diangkat untuk menjadi hakim, di haruskan membayar sejumlah uang kepada pemerintah pada tiap-tiap tahun.
Dengan lemahnya pemerintahan, maka lemahlah kekuasaan hakim dan berangsur-angsur pulalah surutnya daerah hukum yang menjadi wewenang hakim. Terus menerus keadaan itu berangsur-angsur surut, hingga merosotlah samapi kepada hanya menyelesaikan soal-soal sengketa dan soal-soal ahwal syakhsyiyah (masalah kekeluargaan) saja.

b.      Peradilan di masa Utsmaniyah
Pemerintah Utsmaniyah, terlalu toleran terhadap orang-orang yang non Islam dan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh para fuqoha’, yaitu mengharuskan orang-orang yang non Islam tunduk ke bawah peradilan Islam dalam perkara-perkara kemasyarakatan, memberikan berbagai rupa keistimewaan kepada orang non Islam. Dan berkembanglah peradilan-peradilan yang dipimpin oleh hakim non Islam.



4.   PERADILAN ISLAM DI MASA KONTEMPORER

Problematika Kontemporer:

                        Masa yang kami maksudkan di sini dimulai dari sejak jatuhnya Dinasti Usmani di dunia Islam dimana dibagi dalam dua bagian:

1.      Masa sebelum Kebangkitan Islam

Dunia Salib Barat, pasca runtuhnya Dinasti Usmani karena masalah internal yang kala itu disebut dengan "kematian orang yang sakit", yakin sekali bahwa tidak ada lagi kekuatan di dunia Islam yang secara militer mampu berhadapan dengan Barat. Kemudian mereka menyusun program "pelucutan Islam" dari kancah social masyarakat Islam. Program musuh ini bertujuan untuk mengubah identitas dan memutuskan tali hubungan umat Islam dengan latar belakang peradaban dan budaya masa lalunya. Sebab, musuh-musuh Islam sadar benar bahwa komitmen umat Islam terhadap akidah dan ikatan-ikatan keagamaan serta moral adalah hal yang selalu berpotensi mendatangkan lampu merah alias bahaya bagi mereka.
Alhasil, untuk mencapai tujuannya di era ini dan mengkikis kekuatan kaum Muslimin, musuh menetapkan aksi-aksi di bawah ini sebagai bagian dari agenda dan program mereka:
a. Membagi kawasan Islam menjadi beberapa negara-negara kecil.
b. Mengangkat penguasa-penguasa yang menjadi boneka mereka.
c. Mengeksploitasi para penulis bayaran untuk tujuan-tujuan :
- Memunculkan instabilitas akidah masyarakat.
- Menyebarkan pemikiran-pemikiran asing.
- Mengubah identitas budaya dan agama Islam.

2.      Era Kebangkitan Islam:

          Kebangkitan Islam adalah nama dari suatu tahapan dimana kaum Muslimin—setelah berabad-abad terlelap dalam tidur dan kelalaiannya—mengharapkan hegemoni Islam di tengah masyarakat mereka. Era ini identik dengan kembalinya orang-orang Islam pada peradaban terdahulunya dengan tujuan menghidupkannya kembali. Tahapan ini bisa disebut era percaya diri dan penolakan terhadap semua solusi politik-sosial yang diimpor dari Timur dan Barat, dan kembali pada kekuasaan politik Islam. Keberhasilan kebangkitan Islam ini yang mampu mengubah secara luas wajah dunia dimotori oleh para reformis, pembaharu, gerakan-gerakan Islam, pusat-pusat pencerahan yang dipimpin oleh para ulama dan hauzah (sentral-sentral pendidikan tradisional agama) di Irak dan Iran.  

Tak diragukan lagi, terdapat banyak faktor yang melatarbelakangi perubahan ini, dan kami akan mengisyaratkan sebagiannya di bawah ini:

1.
Telah tampak dengan jelas ketidakberdayaan semua pemikiran dan "isme" yang diimpor dari Timur dan Barat.
2.
Telah terbongkar kedok para penguasa boneka dan para pengklaim gerakan modernisme sebagai antek-antek penjajah dan masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap kinerja mereka pada sejarah kontemporer.
3.
Tindakan zalim para penguasa boneka yang sangat keterlaluan dan mereka dengan sengaja mengunakan aset dan kekayaan nasional untuk kepentingan penjajah.

Dengan kemenangan Revolusi Islam Iran, seolah ruh dan nyawa baru ditiupkan pada kebangkitan ini. Revolusi Islam Iran menjadi contoh bagi pelbagai gerakan kebebasan untuk semua orang-orang tertindas didunia. Revolusi Islam Iran dengan kepemimpinan Imam Khomaini adalah bak ledakan cahaya di tengah dunia gelap yang melanda orang-orang tertindas.
Musuh awalnya berada dalam kebingungan di hadapan ombak dan perubahan besar ini dan mereka berada dalam ketakutan yang luar biasa. Dan akhirnya, mereka pelan-pelan mulai memikirkan bagaimana menemukan cara dan strategi untuk menghadapi gelombang ombak ini.
Pertama, mereka memaksakan perang melalui partai Ba’ts, Iraq yang dipimpim oleh Saddam Husein Takriti. Kekuatan Adi Daya mendukung Saddam secara penuh (media, logistic, alat militer) untuk menghancurkan Revolusi Islam yang baru berlangsung di Iran. Dengan hancurnya Iran yang jelas-jelas mengangkat bendera Islam maka harapan rakyat terhadap pemerintahan dan kemuliaan Islam di dunia akan sirna. Di samping perang yang dipaksakan, Saddam juga menyiapkan
berbagai ambisi pribadi jahatnya, namun gelombang ombak ini bukan hanya tidak berhenti, tapi justru semakin tumbuh subur dan akarnya semakin kuat. Gaung kebangkitan Islam di Iran justru—hari demi hari—semakin menyebar kemana-mana dan gerakan Islam di Iran semakin matang dan mantap dalam menghadapi berbagai konspirasi musuh eksternal dan internal.
Sampai sekarang tekad dan perlawanan yang tumbuh dari kekuatan iman masyarakat Muslim Iran menjadi faktor utama yang mampu menjaga cita-cita Imam Khomeini dan pemerintahan Islam dan juga menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi pelbagai konspirasi yang disusun sejak awal Revolusi Islam Iran.
Hari demi hari dunia Islam terus menghadapi
berbagai konspirasi yang dilancarkan para musuh untuk menghambat laju kebangkitan Islam. Konspirasi ini bukan hanya tidak berhenti, bahkan hari demi hari lebih dalam, lebih luas dan lebih sulit.
Untuk generasi yang hidup di era kebangkitan Islam dan Revolusi Islam, sangat penting bagi mereka untuk mengetahui problematika kontemporer dunia Islam dan tujuan buruk segi tiga kejahatan, yaitu kekuatan kekufuran, Zionisme, dan kaum Salibisme internasional. Di samping pengetahuan ini, memahami potensi dan kekuatan perlawanan serta unsur kemenangan di hadapan musuh-musuh bersama akan menjamin basirah (ketajaman mata hati) dan membuat kita yang berada di barisan kebenaran mengenal bagaimana caranya menghadapi front kebatilan dalam peperangan panjang yang sangat menentukan ini.

Esensi Problematika di Era Kebangkitan
Barat dalam analisa dan penelitiannya mengetahui dengan baik bahwa pesan yang selalu menjadikan masyarakat Muslim tetap tegar bak tembok kokoh di hadapan para tiran telah hidup untuk kedua kalinya di hati dan jiwa masyarakat. Bangsa-bangsa Muslim, setelah cukup lama setelah beberapa abad terlelap dalam kelalaian, kini telah kembali pada identitas peradabannya. Pesan yang dimaksud Barat adalah pesan yang pernah disampaikan di masa lalu, tepatnya di zaman turunnya Al Qur'an. Pesan tauhid inilah yang mampu menyatukan masyarakat di hadapan para tiran zaman itu, dan ia juga mampu berhasil membangun revolusi budaya tersukses sepanjang sejarah manusia dan ia dapat membidani lahirnya peradaban yang abadi dan cemerlang dalam sejarah.
Mereka telah merasakan pengalaman pahit di masa lalu yang tak seberapa jauh, yaitu pasca jatuhnya Kerajaan Usmani dimana mereka berpikir bahwa seluruh kekuatan Islam telah habis dan gulung tikar. Dan mereka pun merasakan dahsatnya pengaruh pesan tauhid ini saat serangan Napoleon ke Mesir dan kalahnya kekuatan militernya; saat kemenangan rakyat Irak dan diusirnya kekuatan penjajah Inggris tahun 1920 M; saat gagalnya rencana jahat penjajah Inggris di Iran dalam peristiwa pengharaman tembakau; saat pendirian pemerintah Islam di benua India dengan nama Pakistan; saat terbentuknya gerakan rakyat di Afganistan dan terusirnya tentara Soviet; dan akhirnya saat terbentuknya gerakan jihad di Palestina. Alhasil, musuh telah membuktikan dan melihat sendiri keampuhan pesan ini dalam rentetan kemenangan pelbagai kelompok kecil Islam yang bersenjatakan tidak secanggih musuhnya.
Oleh karena itu, musuh melihat bahwa dirinya berada di depan hidupnyakembali suatu pemikiran yang tak dapat dibendung dengan aksi militer ini, dan juga berada di hadapan pelbagai bangsa yang menginginkan dipraktekkannya dominasi Islam dalam kehidupan social mereka.Melihat realita tersebut, musuh menyusun strategi baru guna menghadapi fenomena ini, meskipun dalam dua era sebelum dan setelah masa kebangkitan Islam kekuatan Adi Daya menggunakan pendekatan perang budaya. Namun pada masa kebangkitan Islam dan kalahnya rencana penghapusan agama, penyebaran faham Liberalisme, yaitu program pemisahan agama dari kehidupan di-setting untuk menjadi alternatifnya. Sebab, Liberalisme di-make up sebagai kebebasan mutlak dan demokrasi yang di satu sisi mengakui keberadaan agama dan keimanan kepada Tuhan sebatas keyakinan dan adab-adab beribadah, namun di sisi lain ia menegaskan supaya manusia membebaskan diri dari segala ikatan Ilahi dan religius dalam masalah-masalah social dan kehidupan.
Dengan demikian, pada era pertama musuh berusaha memisahkan kaum Muslimin dari keyakinan terhadap Tuhan dan metafisik, sedangkan pada era kedua meskipun pihak Barat mengakui keberadaan metafisik, namun mereka berupaya memisahkan agama dari pentas kehidupan, yakni menentang dan melawan Islam sebagai system politik dan social
Karena alasan inilah, Barat mulai melakukan peperangan keras terhadap pemikiran Islam yang berbau politik. Sebab, bila pelbagai bangsa di dunia mengenal pesan kebebasan Islam; dan jika saja penetrasi ajaran-ajaran Islam yang sangat inspiratif dibiarkan begitu saja maka ini sama dengan bunuh diri bagi mereka dan sudah barang tentu akan menjadi ancaman serius bagi kemapanan imperialisme. Jadi, pesan kebangkitan ini membuat musuh terancam justru di dalam rumahnya sendiri. Dan berbeda dengan masa sebelumnya dimana musuh selalu mengobok-obok Islam di tubuh internal masyarakat Muslim, namun kali ini pesan Islam mampu menembus batas kekuasaan musuh dan memaksanya bertahan di dalam daerah kekuasaan dan pusat kekuatan.



[1] Thabshirah Ibn Farhun

2. PERADILAN ISLAM DI MASA KHULAFUR RASYIDIN


a.       Peradilan Islam di masa Abu Bakar Ash Shidiqi r.a.

Abu Bakar meneruskan sistem yang telah ditempuh oleh Rasulullah tanpa mengadakan perubahan apapun. Karena Abu Bakar , disibukkan oleh peperanga-peperangan untuk membasmi kaum murtad, untuk menundukkan orang-orang islam yang tidak mau membayar zakat dan berbagai rupa urusan politik dan pemerintahan.

Cara Abu Bakar menghadapi penyelesaian perkara :

Para ahli sejarah tasyri’ menerangkan, bahwa Abu Bakar apabila menghadapi sesuatu perkara yang harus diputuskan, beliau memperlihatkan isi Al-Qur’an. Jika beliau menemukan hukum allah di dalam Al-Qur’an , beliaupun memutuskan perkara dengan hukum Allah itu, jika tidak ada hukum Allah terhadap masalah yang dihadapi, maka beliau memperhatikan sunah Rasul, atau keputusan-keputusan yang telah pernah diambil oleh Rasul. Jika beliau tidak menemukan sunnah Rasul maka beliau bertanya kepada ahli hukum.
Jika tak ada yang mengetahui hukum nabi saw. maka beliau mengumpulkan para pemimpin untuk berembuk putusan apa yang akan diberikan. Jika mereka semua sependapat untuk menetapkan sesuatu hukum, maka beliaupun berpegang pada putusan itu. Inilah dasar dari ijma’.

b.      Peradilan Islam di zaman Umar Ibn Al-Khattab r.a.

Di masa pemerintahan Umar Ibn Al-Khattab , daerah Islam telah luas, tugas-tugas yang dihadapi oleh pemerintahan dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi, telah berbagai corak ragamnya dan pergaulan orang Arab dengan orang-orang non Arab pun sudah sangat erat. Karena tiu Khalifah Umar tidak dapat menyelesaikan sendiri perkara-perkara yang diajukan kepadanya. Maka Umar mengangkat beberapa orang hakim untuk menyelesaikan perkara, dan mereka pun digelari hakim (qadli).
Khalifah Umar mengangkat Abu Darda’ untuk menjadi hakim di Madinah, Syuraih di Bashrah, Abu Musa Al-Asy’ari di Kufah, Ustman Ibnu Qais Ibn Abil ‘Ash di Mesir, sedang untuk daerah Syam diberi pula hakim sendiri.

Lembaga –lembaga yang berhak mengangkat hakim ;

Oleh karena tugas peradilan sebagian dari kewenangan umum itu, maka kepala negaralah memegang wewenang ini dan dialah yang mengangkat para hakim untuk perkara-perkara khusus.
Karena itulah di waktu Umar Ibn Khaththab mengangkat beberapa orang menjadi hakim, beliau membatasi mereka dalam perkara perdata saja. Perkara-perkara pidana dipegang sendiri oleh Khalifah , atau oleh penguasa daerah. Para khalifah senantiasa mengawasi perbuatan para penguasa daerah dan hakimnya, serta terus menerus memberikan petunjuk-petunjuk dan bimbingan-bimbingan.

c.       Peradilan Islam di masa Ustman Ibn Affan  r.a. dan Ali Ibn Thalib r.a.
Ustman adalah Khalifah pertama yang membangun gedung pengadilan. Di masa Abu bakar dan Umar masjidlah yang menjadi tempat pengadilan.
Para Khalifah, baik Abu bakar, Umar, Ustman dan Ali menggaji para hakim dengan kekayaan Baitul Mal.
Sebagaimana Umar memberikan intruksi-intruksi kepada penguasa, Ali juga berbuat demikian.

d.      Jalan-jalan yang ditempuh oleh para Khulafa’ dalam mengahadapi perkara dan fatwa

Para Khulafa’, apabila diajukan kepadanya sesuatu perkara, atau diminta suatu fatwa, maka beliau-beliau itu terlebih dahulu memperhatikan Kitabullah kemudian As Sunnah yang ada pada mereka, kemudian bertanya pada sahabat yang lain.
Apabila penjelasan dari seseoramg belum meyakinkan Khalifah, maka Khalifah meminta saksi , sebagai yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar, atau menyuruh perawi itu bersumpah sebagai yang dilakukan oleh Ali. Apabila dalam masalah yang dihadapi itu tidak ada nash dan syara’ , maka merekapun berijma’ atau melaksanakan ijtihad jama’i  dalam hal-hal yang mengenai kemasyarakatan dan umum. Dan mereka mengadakan ijtihad perorangan (fardiyi) dalam masalah-masalah yang mengenai perseorangan.

peradilan islam I


1.      PERADILAN ISLAM DI MASA RASULULLAH

Rasul saw. adalah hakim yang pertama
Setelah Rasulullah saw. bangkit menyampaikan risalah, beliaupun bertindak sebagai hakim. Dengan demikian dapatlah kita menetapakan, bahwa hakim pertama di dalam Islam, ialah Rasulullah sendiri. Hal ini menjadi sangat jelas apabila kita perhatikan bunyi sumpah Nabi saw. lakukan dengan golongan Muhajirin dengan penduduk Madinah. Nabi bertindak demikian adalah untuk memenuhi tuntutan wahyu.[1]
Di dalam Al-Qur’an[2], Allah menerangkan bahwa undang-undang yang wajib dituruti oleh Nabi dan diterapkan adalah undang-undang yang ditetapkan oleh Islam. Rasulullah bertindak sebagai hakim, sebagai mubaligh yang menyampaikan syariat Tuhan. Para muslimin di masa Rasul belum mempunyai hakim tertentu. Rasul tidak menunujuk seseorang petugas untuk menjadi hakim.

a.       Pedoman Rasulullah saw. dalam memutuskan perkara

Rasulullah memutuskan perkara berdasarkan wahyu yang diurunkan Allah kepadanya. Para penggugat dan tergugat hadir dihadapan Nabi, maka beliaupun mendengar keterangan para pihak yang sedang berperkara.

b.       Alat-alat pembuktian pada masa Rasulullah

1.      Bayyinah (fakta kebenaran)
2.      Sumpah
3.      Saksi
4.      Bukti  tertulis
5.      Firasat
6.      Qur’ah (undian)
Berbagai macam putusan yang telah Nabi saw. tetapkan, membuktikan bahwa Nabi saw. tidak pernah memihak kepada suatu golongan, dan beliau tetap memelihara keadilan dan kejujuran.

c.       Tidak ada rumah penjara di zaman Rasulullah saw.

Di masa Rasulullah masih hidup, belumlah dikenal rumah penjara (lembaga pemasyaratan) seperti sekarang ini.
Dalam masa Rasul saw. sendiri orang-orang yang tertuduh tidak dibiarkan bercampur dengan orang-orang lain. Dia ditahan di rumah atau di dalam masjid atau diawasi oleh orang orang yang menuduh atau wakilnya.

d.      Gaji para hakim di zaman Rasulullah

Rasulullah saw. menentukan gaji untuk para hakim yang berpadanan dengan masa dan memenuhi kebutuhan mereka. Attab sendiri pernah mengatakan, bahwa Rasulullah telah memberikankepadanya untuk kepadanya tiap-tiap hari 2 dirham. Maka perut yang tidak bisa kenyang dengan dua dirham, adalah perut yang tidak kenyang-kenyang.



[1] S.4 ; An Nisa’ : 4
[2] S.5 ; Al Maidah : 118